Rengkong, Kesenian Tradisi dari Cianjur

HI sobat Nuswantoro , jangan pernah lupa akan sejarah dan budaya kita. Karena kita terlahir tidaklah sama dan hanya kebudayaan dan tradisilah yang dapat menyatukan dan sekaligus sebagai identitas diri dan bangsa kita. Kemajuan suatu negara atau bangsa dapat dilihat dari rasa kecintaanya terhadap negara dan budayanya. Liat saya negara-negara maju yang selalu menanamkan nasa nasionalisme terhadap setiap induvidu pendududknya.

Selalin kepercayaan dan kejujuran dalam memegang tinggi suatu budaya kita juga harus mengenal akan keanekaragaman budaya kita.JIka kita berbicara tentang Rengkong, Kesenian Tradisi dari Cianjur pasti tiap daerah akan berbeda-beda.Namun coba tengok persamaannya yang dapat kita jadikan upaya pemersatunya dan jadikan perbedaan itu suatu hal yang dapat memperkaya khasanan bangsa

Melalui Rengkong, Kesenian Tradisi dari Cianjur kita belajar bagaimana tradisi itu timbul dan tumbuh kembang di daerah asalnya. Jika mereka bisa kenapa gak dengan kita yang sebagai penerus kita harus mampu untuk memelihara dan mengembangkanya. Terutanya menerapkanya dengan unsur-unsur modern yang ada sehingga tidak tergerus oleh kemajuan jaman.Untuk itu langsung saja kita kenali khasanah budaya kita berikut ini

Rengkong, Kesenian Tradisi dari Cianjur | tradisi-nuswantoro.my.id - Cianjur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, beribukota di Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki 32 Kecamatan, 342 Desa dan 6 Kelurahan.Salah satu Desa yang ada Cianjur, menjadi desa tempat berasalnya sebuah kesenian yang berlatang belakang masyarakatnya yang agraris. Di daerah ini, tepatnya di Kampung Kandangsapi, Desa Cisarandi, Kecamatan Warungkondang, ada sebuah kesenian tradisional yang bernama “Rengkong”.

Asal-usul pertunjukan kesenian Rengkong bermula dari pemindahan padi huma (ladang) ke saung (lumbung padi). Masyarakat Jawa Barat pada umumnya, termasuk masyarakat Warungkondang, di masa lalu sebelum mengenal bercocok tanam padi di sawah (sistem irigarasi), pada umumnya adalah sebagai peladang (menanam padi di ladang) yang berpindah-pindah. Padi ladang yang telah dituai tentunya tidak dibiarkan di ladang, tetapi mesti dibawa pulang. Mengingat bahwa jarak antara areal ladang dan pemukiman  relatif jauh, maka diperlukan suatu alat untuk membawanya, yaitu pikulan yang terbuat dari bambu. Mereka menyebutnya sebagai “awi gombong”. Pikulan yang diberi beban padi kurang lebih 25 kilogram yang diikat dengan tali yang terbuat dari  injuk kawung (tali ijuk) ini jika dibawa akan menimbulkan suara atau bunyi yang dihasilkan dari gesekan antara tali ijuk dan batang pikulan itu sendiri. Dan, bunyi yang dihasilkan menyerupai suara burung rangkong (sejenis angsa). Oleh karena itu, ketika bunyi yang dihasilkan dari gesekan antara tali ijuk dan pikulan dikembangkan menjadi sebuah jenis kesenian disebut “rengkong”.

Konon, kesenian rengkong ini dikenal oleh masyarakat Warungkondang, khususnya masyarakat Kampung Sukaratu, Desa Cisarandi, sejak akhir abad ke-19. Adupan orang memperkenalkan dan atau mengembangkannya adalah Said (almarhum). Di kampung lain (Sukaratu) dikembangkan oleh seorang pengusaha genteng (1920--1967). Jadi, beban yang semula berupa padi diganti dengan genteng. Sedangkan, di Kampung Kandangsapi dikembangkan oleh Sopian sejak tahun 1967.

Peralatan Rengkong

Peralatan yang diperlukan untuk mewujudkan kesenian yang disebut sebagai rengkong ini adalah peralatan yang menghasilkan bunyi rengkong itu sendiri dengan berbagai ukuran (ada yang besar dan kecil). Peralatan itu terdiri dan atau terbuat dari pikulan, tambang ijuk, padi, dan minyak tanah. Pikulan terbuat dari dari sebatang awi gombong (bambu gombong) yang tipis dengan panjang 2 atau 2,5 meter. Ujung yang satu dan lainnya terbuka (tidak tertutup oleh ruas bambu). Kemudian, kurang lebih 30 centimeter dari ujung-ujungnya dilubangi (menyerupai kentongan) sepanjang kurang lebih 38 centimeter. Tambang ijuk yang panjangnya 2 sampai 2,5 meter berfungsi sebagai pengikat padi padi yang akan digantungkan pada sebatang awi gombong yang berfungsi sebagai pikulan. Kemudian, padi yang beratnya 20—25 kilogram sebagai beban pikulan. Lebih dari itu dikhawatirkan pikulan akan patah. Dan, minyak tanah berfungsi sebagai pengesat gesekan antara tali dan pikulan, sehingga gesekan menghasilkan bunyi yang nyaring. Peralatan lainnya adalah dodog dan angkung buncis.

Pemain dan Busana

Jumlah pemain rengkong secara keseluruhan ada 14 orang dengan rincian: 2 orang sebagai pembawa rengkong besar; 3 orang sebagai pembawa rengkong kecil; 4 orang sebagai pemain dodog, yaitu dodog: tingrit, tongsong, brung-brung, dan gedeblag; dan pemain angklung buncis yang terdiri atas 5 orang. Sedangkan, busana atau pakaian yang dikenakan adalah pakaian tradisional yang berupa: kampret atau pangsi, ikat kepala, dan sarung.

Pementasan Kesenian Rengkong

Kesenian rengkong yang ada di Warungkondang ini biasanya hanya dipentaskan dalam rangka memeriahkan hari-hari besar agama dan atau nasional seperti pada perayaan hari kemerdekaan RI dalam bentuk arak-arakan. Dalam sebuah pementasan biasanya pemain rengkong yang berjumlah 5 orang berada di barisan depan. Kemudian, diikuti oleh para pemain angklung buncis dan para pemain dodog. Namun demikian, adakalanya pementasan dikemas secara kolektif. Artinya, para pemain boleh bergerak kemana saja (bercampur jadi satu).

Fungsi Kesenian Rengkong

Ketika rengkong belum dikembangkan menjadi sebuah jenis kesenian, ia semata-mata hanya berfungsi sebagai pengalihan perhatian dari seseorang yang membawa beban (padi) dengan cara dipikul. Dalam hal ini gesekan antara tali pikulan dan pikulan dimanfaatkan sebagai irama pengiring, sehingga beban yang relatif berat tidak begitu dirasakan karena karena diiringi oleh bunyi-bunyian yang khas. Dan, ketika rengkong menjadi sebuah jenis kesenian fungsinya juga tidak jauh berbeda, yaitu sebagai hiburan.

Sebagai catatan, kesenian yang disebut sebagai rengkong ini tidak hanya ada di daerah Cianjunr semata, tetapi juga di daerah Sukabumi dan Banten. Bedanya, di kedua daerah tersebut rengkong tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi ada fungsi lain yang melatarbelakanginya, yaitu ungkapan terima kasih kepada Dewi padi yang telah memberikan kesejahteraan berupa panen yang melimpah. Oleh karena itu, rengkong selalu ditampilkan dan kegiatan atau upacara penyimpanan padi ke lumbung.

Nilai Budaya Kesenian Rengkong

Kesenian adalah ekspresi jiwa manusia yang terwujud dalam keindahan. Oleh karena itu, kesenian apapun termasuk kesenian rengkong yang didukung dengan peralatan sederhana, mengandung nilai estetika (keindahan). Namun demikian, jika dikaji secara teliti kesenian yang disebut sebagai rengkong ini tidak hanya mengandung nilai estetika saja, tetapi ada nilai-nilai lainnya yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah kerja keras dan kerjasama. Nilai kerja keras tercermin dalam membunyikan suara khas yang dihasilkan dari gesekan antara tali ijuk dan pikulan. Ini artinya, padi dengan berat tertentu dipikul. Dan, ini tentunya memerlukan kerja keras. Kemudian, nilai kerja sama tercermin dalam pementasan. Dalam hal ini tanpa kerja sama yang baik mustahil pementasan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Malahan, ada nilai lainnya (religius) sebagaimana yang ditunjukkan oleh masyarakat Sukabumi dan Banten.








Demikian Sobat tradisi, kesenian Rengkong dari Cianjur Jawa Barat, semoga bermanfaat. 

Sumber : http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/06/rengkong-kesenian-tradisional.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Rengkong, Kesenian Tradisi dari Cianjur"

Posting Komentar