Asal Mula Tombak Kyai Plered | tradisi-nuswantoro.my.id -
Tombak Kyai Kanjeng Plered adalah merupakan salah satu
senjata tradisional dari DIY Yogyakarta. Namun dibalik ketangguhan tombak kyai kanjeng tersebut, ada sebuah legenda dan cerita rakyat yang menceritakan tentang asal mula tombak kyai plered tersebut.
Berikut ini, kita akan bersama - sama menyimak asal usul / asal mula tombak kyai plered yang cukup terkenal dikalangan masyarakat Yogyakarta.
Asal Mula Tombak Kyai Plered
Dahulu kala, ada seorang tumenggung bernama Wilatikta. Sang tumenggung mempunyai dua orang anak bernama Raden Sahid dan Rasa Wulan. Ketika kedua orang anaknya itu telah menginjak dewasa, Tumenggung Wilatikta memanggil mereka berdua. Kepada anak laki-lakinya, Tumenggung Wilatikta berkata, “Sahid, kau sekarang sudah dewasa, nak. Ayahmu telah tua. Kaulah yang harus menggantikan kedudukan ayahmu menjadi tumenggung, bila ayah sudah tidak mampu melaksanakannya.”
Raden Sahid mendengarkan kata-kata ayahnya dengan cermat. Dia duduk bersila di hadapan ayahnya. Kepalanya menunduk menandakan hormat kepada ayahnya.
“Untuk itu, aku dan ibumu mengharapkan agar engkau segera beristeri, Sahid. Kawinlah sebelum engkau menggantikan kedudukanku menjadi tumenggung. Katakanlah, gadis mana yang cocok dengan pilihanmu. Nanti akulah yang akan melamarkan untukmu.”
Mendengar kata-kata ayahnya itu, merenunglah Raden Sahid. Sebenarnya dia belum memiliki rencana untuk beristeri. Di dalam hati dia menolak suruhan ayahnya untuk beristeri, tetapi akan menolaknya secara terus terang, dia tidak memiliki keberanian, khawatir akan membuat sedih hati ayah dan ibunya. Beberapa saat lamanya Raden Sahid diam saja, dalam kebimbangan.
“Mengapa engkau diam saja, Sahid?” kata Tumenggung Wilatikta. “Apakah kau menolah suruhanku?”
“Ampun ayahanda,” kata Raden Sahid dengan hormatnya. “Sama sekali saya tidak bermaksud menolak perintah ayahanda.”
“Tetapi, mengapa engkau diam saja?” kata Tumenggung Wiltaikta. “Mengapa engkau tidak segera menjawab?”
“Ampun, ayahanda,” kata Raden Sahid. “Soal isteri, hamba tak dapat melaksanakannya dengan segera.”
“Jadi engkau menolak perintah ayahmu!” Tumenggung Wilatikta membentak.
“Bukan begitu, ayahanda,” kata Raden Sahid. “Sampai saat ini hamba masih dalam taraf menimbang-nimbang, gadis mana yang cocok untuk menjadi menantu ayahanda.”
“Baiklah kalau begitu,” kata Tumenggung Wilatikta. “Pertimbangkanlah masak-masak. Dan hati-hatilah kau memilih calon jodohmu.”
Sesudah itu Raden Sahid lalu diperkenankan mundur dari hadapan Sang Tumenggung. Selanjutnya, kepada anak perempuannya, yaitu Rasa Wulan, Tumenggung Wilatikta juga menyuruh agar segera mempersiapkan diri untuk menerima lamaran orang lain. Rasa Wulan tanpa membantah menyanggupi suruhan ayahnya, lalu minta diri mundur dari hadapan ayahandanya.
Malam harinya, Raden Sahid senantiasa gelisah. Sampai larut malam dia tak dapat tidur. Sedih hatinya, mengingat suruhan ayahnya untuk segera beristeri, padahal sama sekali belum punya niat untuk itu.
“Aku harus pergi dari sini, untuk menghindari paksaan ayah.” Begitu pikir Raden Sahid. Dengan tekad demikian, maka pada waktu larut malam, ketika seisi ketumenggungan sedang lelap beristirahat (tidur), diam-diam Raden Sahid keluar dari dalam kamarnya, lalu pergi.
Pagi harinya, Rasa Wulan mengetahui bahwa Raden Sahid tidak ada di kamarnya. Dia khawatir, jangan-jangan kakaknya itu minggat. Dengan harap-harap cemas Rasa Wulan mencari kakaknya kemana-mana. Setelah tidak berhasil menemukannya meski sudah mencarinya ke berbagai tempat, maka yakinlah Rasa Wulan, bahwa kakaknya telah meninggalkan rumah. Dia mengetahui alasannya mengapa sang kakak pergi, tidak lain ialah agar terhindar dari paksaan ayahnya untuk beristeri.
“Mengapa dia tidak mengajak aku,” kata Rasa Wulan dalam hati. “Aku juga bermaksud pergi dari sini, supaya terhindar dari paksaan ayah untuk segera bersuami.” Kemudian Rasa Wulan masuk ke kamarnya untuk menyiapkan pakaian. Setelah itu ia pun pergi menyusul kakaknya.
Malam harinya barulah orang-orang seisi rumah ketumenggungan mengetahui, bahwa Raden Sahid dan Rasa Wulan pergi tanpa sepengetahuan orang tuanya. Mendengar laporan bahwa kedua orang anaknya pergi, terkejutlah Tumenggung Wilatikta. Cepat-cepat ia menyebar bawahannya ke berbagai tempat, namun tidak berhasil menemukan Raden Sahid dan Rasa Wulan. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun dilakukan pelacakan, tetapi usaha untuk menemukan kedua orang anak Tumenggung Wilatikta itu tidak menemukan hasil.
Bertahun-tahun Raden Sahid mengembara, mengalami pahit dan getirnya penderitaan, serta menghadapi berbagai macam cobaan, sehingga di kemudian hari ia dikenal sebagai seorang wali yang sangat mashur, bernama Kanjeng Sunan Kalijaga.
Adapun Rasa Wulan, di dalam pengembaraannya mencari Raden Sahid, setelah bertahun-tahun tidak berhasil menemukan kakaknya itu, akhirnya dia bertapa di tengah hutan Glagahwangi. Di hutan itu Rasa Wulan bertapa ngidang1.
0 Response to "Asal Mula Tombak Kyai Plered"
Posting Komentar