Tradisi Prosesi Siraman Pada Pengantin Jawa

HI sobat Nuswantoro , jangan pernah lupa akan sejarah dan budaya kita. Karena kita terlahir tidaklah sama dan hanya kebudayaan dan tradisilah yang dapat menyatukan dan sekaligus sebagai identitas diri dan bangsa kita. Kemajuan suatu negara atau bangsa dapat dilihat dari rasa kecintaanya terhadap negara dan budayanya. Liat saya negara-negara maju yang selalu menanamkan nasa nasionalisme terhadap setiap induvidu pendududknya.

Selalin kepercayaan dan kejujuran dalam memegang tinggi suatu budaya kita juga harus mengenal akan keanekaragaman budaya kita.JIka kita berbicara tentang Tradisi Prosesi Siraman Pada Pengantin Jawa pasti tiap daerah akan berbeda-beda.Namun coba tengok persamaannya yang dapat kita jadikan upaya pemersatunya dan jadikan perbedaan itu suatu hal yang dapat memperkaya khasanan bangsa

Melalui Tradisi Prosesi Siraman Pada Pengantin Jawa kita belajar bagaimana tradisi itu timbul dan tumbuh kembang di daerah asalnya. Jika mereka bisa kenapa gak dengan kita yang sebagai penerus kita harus mampu untuk memelihara dan mengembangkanya. Terutanya menerapkanya dengan unsur-unsur modern yang ada sehingga tidak tergerus oleh kemajuan jaman.Untuk itu langsung saja kita kenali khasanah budaya kita berikut ini

Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjalani prosesi siraman kemarin pada tanggal 10 Juni 2015. Seperti yang kita ketahui bahwa Gibran Rakabuming Raka akan melaksanakan pernikahan dengan Selvi Ananda.

Prosesi Siraman adalah salah satu adat tradisi masyarakat di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogja, Solo dan Jawa Timur). Bagaimana prosesi siraman ini dilakukan? masing-masing daerah memiliki sedikit perbedaan pada prosesi siraman calon pengantin, namun pada intinya prosesi siraman yang dilakukan dengan simbol mengguyurkan air pada calon pengantin oleh para sesepuh / orang yang dituakan dalam keluarga, adalah untuk membersihkan jiwa dan raga bagi calon mempelai sebelum dilakukan ijab kabul / akad nikah.

Air yang digunakan untuk prosesi siraman biasanya jika memungkinkan akan diambil dari 7 mata air yang terdapat didaerah tersebut. Air siraman tersebut kemudian diberi kembang setaman yang disebut dengan Banyu Perwitosari.

Tradisi / Prosesi Siraman pada pengantin jawa ada yang dilakukan secara terpisah antara calon pengantin pria dan wanita, namun juga dapat dilakukan secara bersamaan.

Pada prosesi siraman tersebut, biasanya calon pengantin wanita diberikan kesempatan pertama. Calon pengantin wanita menggunakan kain batik dengan motif Grompol yang dirangkapi kain mori putih sepanjang dua meter dengan posisi rambut diurai bebas. Biasanya juru rias adalah orang yang mendapatkan giliran pertama sekaligus memberi doa-doa di siraman kepada calon pengantin. Siraman berikutnya dilakukan oleh anggota keluarga yang dituakan, dan diakhiri oleh oleh kedua orang tuanya.

Jumlah penyiram pada setiap prosesi siraman, dilakukan dalam bilangan ganjil bisa berjumlah tujuh orang atau sembilan orang. Tujuh orang mempunyai makna pitulungan atau pertolongan (tujuh dalam bahasa jawa adalah pitu, diartikan pitulungan), jika dilakukan sembilan orang berarti membersihkan babahan hawa sanga (sembilan lubang yang ada pada tubuh manusia).

Setelah proses siraman / mengguyurkan air selesai diteruskan dengan prosesi pecah kendi didepan calon mempelai wanita yang merupakan simbol dari pecah pamor. Yaitu keluarnya pamor dari calon mempelai wanita, yang juga berarti bahwa calon pengantin wanita sudah siap untuk menikah. Pecahan kendi tadi disebut dengan kreweng yang masih akan digunakan pada acara dodol dawet. Selanjutnya calon mempelai wanita dibopong (gendhongan) oleh kedua orang tuanya menuju kamar pengantin untuk di-paes, yakni proses merias dengan menghilangkan rambut halus / Potong Rikmo (bulu roma dibagian tengkuk dan dahi) agar tampak bersih dan dibentuk seperti hiasan rambut para bidadari.

Pada saat paesan pada calon pengantin wanita, giliran calon pengantin pria untuk disiram dengan tata cara dan urutan yang sama. 

Setelah itu dilakukan prosesi dodol dawet (jualan dawet). Pada acara Dodol Dawet, kedua orang tua mempelai putri jualan dawet, yang mempunyai makna memberi contoh bagaimana nantinya mencari nafkah sebagai suami istri. Uniknya yang membeli dawet tersebut menggunakan kreweng / pecahan kendi pada acara pecah kendi.

Setelah acara siraman selesai, dilanjutkan dengan acara midodareni. Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya.

Inti dari prosesi midodareni ini adalah, srah-srahan (saling menyerahkan) berupa hantaran dari keluarga pengantin putra ke pengantin putri, perkenalan antara kedua keluarga besar dan nasehat dari orang tua pengantin putri kepada calon menantu yang biasa disebut Sabdo Tomo. Dilanjutkan dengan rangkaian penyerahan Kancing Gelung atau busana untuk pengantin putra yang akan digunakan keesokan harinya dan angsul-angsul atau buah tangan dari keluarga mempelai putri, kepada keluarga calon mempelai putra.

Prosesi Siraman Putra Joko Widodo - Gambar : www.jpnn.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tradisi Prosesi Siraman Pada Pengantin Jawa "

Posting Komentar